Selasa, 16 Juni 2015
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 21.22 with No comments
Jumat, 20 Juni 2014
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 18.41 with No comments
• Kata
semantic berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau
lambang (sign).
• “Semantik”
pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883.
• Kata
semantic kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistic dengan hal-hal yang
ditandainya.
• Oleh
karena itu, kata semantic dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi,
gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
• George
(1964:1) Mengatakan bahwa semantik adalah
telaah mengenai makna.
• Semantik merupakan salah satu komponen
dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna
kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.
• (Chomsky;1965).
Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa semantic adalah tataran bahasa yang mengkaji tentang
makna bagian internal kata, kalimat atau sebuah wacana.
• Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau
dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut
sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk.
• Jadi,
Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistic dengan hal-hal yang ditandainya. Ilmu tentang makna atau arti.
• Dalam linguistik, semantik
adalah sub bidang yang dikhususkan untuk studi tentang makna, seperti yang
melekat di tingkat kata, frasa, kalimat, dan unit yang lebih besar dari wacana
(disebut teks). Daerah dasar studi ini adalah arti dari tanda-tanda, dan studi
tentang hubungan antara unit linguistik yang berbeda dan senyawa: homonimi,
sinonim, antonim, hypernymy,
hyponymy,
meronymy,
metonimia, holonymy,
paronyms.
• Perhatian utama adalah bagaimana makna
menempel pada potongan yang lebih besar dari teks, mungkin sebagai akibat dari
komposisi dari unit yang lebih kecil dari makna. Secara tradisional, semantik
sudah termasuk studi tentang arti dan referensi denotatif, kondisi kebenaran,
struktur argumen, peran tematik, analisis wacana, dan hubungan semua ini untuk
sintaks.
• Lalu
apakah pengertian dari makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna?
• Menurut
Mansoer Pateda (2001:79) bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah
yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun
kalimat. Ada beberapa jenis makna, antara lain makna leksikal, makna
gramatikal, makna denotasi, dan makna konotasi.
• Selain
itu, ada juga yang disebut relasi makna yaitu Relasi makna adalah hubungan
semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang
lain.
Relasi makna dapat
berwujud macam-macam.Berikut ini diuraikan beberapa wujud relasi makna.
Sinonimi
• Secara
semantic Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bias berupa
kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang
bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim.
Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah.Namun,
dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya
kurang lebih saja.Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
Antonimi dan Oposisi
• Secara
semantic Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya
dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang
berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata
kecil.
• Samahalnya
dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam
batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari
makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
• Sehubungan
dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah oposisi,
maka bias tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang
bersifat kontra ssaja. Kata hidup dan mati, mungkin bias menjadi
contoh yang berlawanan; tetapi hitam dan putih mungkin merupakan
contoh yang hanya berkontras.
Homonimi, Homofoni,
dan Homografi
• Homonimi
adalah ‘relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi
maknanya berbeda’. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut
homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon.
Contoh homograf adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu
(paham), sedang kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang
menjadi satu kesatuan).
• 2.2.4 Hiponimi dan Hipernimi
• Hiponimi
adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna
generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna
binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan
kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan
superordinat (hipernimi, hiperonim) bagian anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan
binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
Polisemi
• Polisemi
lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisajugafrase) yang
memiliki makna lebih dari satu.Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia
memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher keatas; (2) bagian dari suatu yang
terletak di sebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama
seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api;
(3) bagian daris uatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala
paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala
sekolah, kepala kantor,dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang
seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6)
akgg nomnal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya
kosong.
Ambiguitas
• Ambiguitas
atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua
arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang
lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran
struktur gramatikal yang berbeda.Umpamanya frase buku sejara hbaru dapat
ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi
sejarah zaman baru.
Redundansi
• Istilah
redundansi sering diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental
dalam suatu bentuk ujaran’.Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya
tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata
oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang
berlebih-lebihan dan sebenarnya tidak perlu.
• Sinonim
merupakan sejumlah satuan bahasa yang memiliki persamaan arti. Sinonim jugaa
bisa dikatakan hal yang berkesesuaian. Prinsip sinonim adalah beberapa kata
yang memiliki persamaan arti, arti kata satu berpadanan dengan arti kata yang
lain.
• Cara menentukan kata-kata itu bersinonim atau tidak:
- dibuat kalimat
- menggunakan pendekatan pengertian
- dilihat dari ciri sematik pembedanya.
• Di bawah ini akan dianalisis kata yang
bersinonim dengan kata
• 1. Kelompok pertama, seperti mati,
meninggal, wafat, mampus, modar, dan mangkat.
• 2. Kelompok kedua, seperti sebentar,
sekejap, sejenak, sepintas, selintas, dan sekilas.
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 18.37 with 1 comment
• Semantik
merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala sesuatu tentang makna.
• semantik
adalah ilmu makna, membicarakan makna, bagaimana mula adanya makna sesuatu,
bagaimana perkembangannya, dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah
bahasa.
• Ilmu
Makna
Makna
merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa karena dengan makna maka sebuah
komunikasi dapat terjadi dengan lancar dan saling dimengerti.
Tetapi
seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak saling
mengerti makna yang ada dalam tuturannya maka tidak mungkin tuturan berbahasa
bisa berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan
tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.
• Di
dalam semantik, istilah makna, dalam bahasa Inggris sense dibedakan dari
‘arti’, dalam bahasa Inggris meaning. Arti dalam hal ini menyangkut
makna leksikal dari kata-kata tersebut yang cenderung terdapat di dalam kamus
sebagai leksem.
• Kadang-kadang
kita melihat makna kata dari kamus yang sebenarnya adalah makna leksikal, atau
keterangan dari leksem itu sendiri. makna suatu kata tidak hanya mengandung
makna leksikal saja tetapi menjangkau kesatuan bahasa yang lebih luas. Makna
kata tidak lepas dari makna kata yang lainnya merupakan makna gramatikal yang
sesuai dengan hubungan antarunsur-unsurnya.
• Terkadang
kita tidak puas ketika mencari makna sebuah kata, terutama makna idiom,
peribahasa, majas, metapora, maupun ungkapan.
• Aspek
makna terdiri atas empat, yaitu pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Keempat
aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui pemahaman makna dalam proses
komunikasi sebuah tuturan.
• Makna
pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan
tema, sedangkan makna perasaan, nada, dan tujuan dapat kita pertimbangkan
melalui penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
• Relasi
Makna
Yang
dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantic yang terdapat antara
satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa ini
dapat berupa kata, frase, klausa, maupun kalimat.
Hubungan-hubungan
relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna yang disebut sinonimi,
pertentangan atau perlawanan makna yang disebut antonimi, ketercakupan makna
yang disebut hiponimi, kegandaan makna yang disebut homonimi, atau juga
kelebihan makna yang dinamakan polisemi.
• Unsur-unsur
leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantik, di
antaranya dapat berupa sinonim, hubungan yang sama atau hampir sama (mirip);
berupa antonim, hubungan yang maknanya berlawanan atau kebalikan; berupa
homonim, hubungan yang bermakna lain tetapi bentuk sama; berupa hiponim,
hubungan yang makna ekstensionalnya merupakan sebagian dari makna ekstensional
yang lainnya.
• Menurut
Kerbrat-Orecchioni (1986:94) semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks
tertentu dapat membentuk kehadiran majas.
• Ogden
& Richards (1976:26) mengemukakan teori segitiga semantik (ilmu makna)
berdasarkan teori penanda dan petanda yang dikemukakan oleh Ferdinand de
Saussure :
---------------------------------
Penanda/ (sign/simbol)
Acuan
(referen/objek)
• Berawal
dari ferdinand de saussure yang memperkenalkan ilmu semiotik, yaitu ilmu
tentang tanda. Menurutnya penanda adalah imaji akustik dan petanda adalah
konsepnya. Menurutnya, hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer,
artinya tidak ada deretan wajib antara deretan fonem pembentuk kata dnegan
maknanya, namun hubungannya bersifat konvensional.
• Kemudian
Ogden dan Richards menambahkan unsur acuan (referen) yang berada di luar
bahasa. Menurutnya tidak ada hubungan langsung antara penanda dan acuannya,
hubungan itu harus melalui konsep yang ada
dalam pikiran manusia, itulah sebabnya dalam semantik garis yang
menghubungkannya terputus-putus.
• Penanda
dan petanda berada dalam ruang lingkup bahasa. Penanda adalah imaji bentuk
bahasa, dan petanda adalah konsepnya. Hubungan antara penanda dan petanda
bersifat arbitrer, berdasarkan konvensi masyarakat. Ogden dan Richard
menambahkan unsur acuan yang sebenarnya berada di luar ranah bahasa, berasal
dari dunia pengalaman.
• Menurutnya
tidak ada hubungan langsung antara penanda dan acuannya, hubungan itu harus
melalui konsep yang berada dalam pikiran manusia. Itulah sebabnya maka garis
yang menghubungkan penanda dan acuannya ditampilkan dengan garis putus-putus.
Dalam hal ini hubungan makna dijadikan dasar pengelompokan majas.
• Makna
(pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dengan acuan
(referen). Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung, sedangkan
hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat
langsung.
• Berkaitan
dnegan unsur-unsur makna terlibat adanya tanda, konsep, dan acuan. Konsep atau
referensi merupakan sebuah makna sebagai hubungan antara lambang dan acuannya.
Makna itu sendiri mengandung aspek-aspek tertentu yang berupa tema, rasa, nada,
dan amanat.
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 18.32 with No comments
• Daftar
pustaka memuat semua sumber kutipan yang berupa pustaka.
• Pustaka
yang dimaksud dalam pedoman ini ialah semua sumber kutipan yang berupa tulisan,
gambar dan sejenisnya yang tersimpan dalam perpustakaan.
• Penulisan
perpustakaan harus dengan jelas menunjukan suatu pustaka dari pustaka lainnya,
sehingga mudah ditelusuri.
• Daftar
pustaka memuat informasi tentang identitas pustaka acuan dengan lengkap dan
jelas.
• Ada
perbedaan dalam penulisan yang terletak pada bagian akhir dengan penulisan
sumber kutipan yang terletak pada bagian utama karya ilmiah. Daftar pustaka
memuat informasi yang lebih lengkap tentang pustaka yang diacu daripada sumber
kutipan pustaka atau innote.
• Dalam
daftar pustaka dicantumkan semua sumber yang dijadikan acuan atau landasan
penyusunan karya ilmiah.
• Semua
pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad
nama-nama pengarang atau lembaga yang bertanggung jawab.
• Daftar
pustaka tidak diberi nomor urut.
• Apabila
informasi identitas sebuah pustaka yang diacu lebih dari satu baris, penulisan
baris kedua dan seterusnya masuk lima ketukan dan berjarak 1 (satu) spasi,
sedangkan jarak antara pustaka yang satu dengan pustaka yang berikutnya adalah
1,5 (satu setengah) spasi.
• Jika
nama pengarang dan nama lembaga yang bertanggungjawab tidak ada, yang ditulis
dalam daftar pustaka adalah judul pustaka tersebut. Jika pustaka semacam yang
telah disebutkan lebih dari satu, pencantumannya tetap menurut abjad.
Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka acuan adalah dengan
cara sebagai berikut :
1. Pustaka acuan berupa buku.
• Untuk
urutan penyebutan unsur-unsur pustaka untuk buku ialah : a). Nama penulis, b)
Tahun terbit, c). Judul Pustaka beserta keterangannya, d). Tempat terbit atau
kota terbit, dan e). Nama penerbit.
• Jika
tidak terdapat nama penulis dalam buku tersebut urutan penyebutan adalah
: a). Nama lembaga yang bertanggung jawab b). Tahun terbit, c). Judul pustaka
beserta keterangnnya, d) tempat terbit, dan e). Nama penerbit.
• Setiap
unsur pustaka dipisahkan oleh tanda titik, kecuali unsur tempat terbit yang
diikuti oleh titk dua dan unsur nama yang harus dipisahkan oleh tanda koma.
setelah tanda titik atau setelah titik dua ada jarak satu ketukan. contoh
penulisan unsur pustaka acuan yang berupa buku diatur sebagai berikut :
A. Nama penulis
• Nama
penulis ada yang terdiri dari satu unsur, dua unsur, atau lebih dari dua unsur.
Ketentuan pencantuman nama penulis adalah sebagai berikut
:
1). Pencantuman nama penulis berdasarkan abjad, tanpa diberi
nomor. Misalnya, jika nama penulis buku yang pertama Prof. Dr. Sumardjono dan
nama penulis buku yang lain Dr.Ir. Baihaki, pencantuman dalam daftar pustaka
adalah :
Baihaki.
Sumardjono.
2). Jika nama penulis buku terdiri atas dua unsur atau
lebih, pencatumannya harus dibalik; unsur nama yang terakhir ditulis terlebih
dahulu, kemudian tanda koma, diikuti unur nama didepan dengan disingkat. antara
tanda koma dengan singkatan unsur nama diberik jarak 1 (satu) ketukan.
Misalnya, pengarang buku yang diacu Abdul Haki dan pengarang buku lainnya
Teodorus Albert Wenas, pencantumannya dalam daftar pustaka adalah :
Haki, A
Wenas
T.A.
3).Jika penulis buku tersebut dua orang, nama penulis
pertama dibalik, tetapi nama penulis lainnya tidak dibalik. Misalnya, jika
penulis buku itu adalah Kabul Santoso dan Rudi Wibowo, penyajiannya adalah:
Santoso,
K dan R. Wibowo.
4). Jika penulis buku terdiri dari tiga orang atau lebih,
penyajiannya adalah nama penulis pertama dibalik, nama pengarang kedua, ketiga
dan seterusnya ditulis tanpa dibalik. misalnya :
Idris,
Z.husin; A. Tohari dan M. Singarimbun.
5). Jika penulisnya tidak ada, yang pertama dicantumkan
adalah nama lembaga yang menerbitkan buku tersebut. misalnya :
Lembaga
Administrasi Negara.
6). Jika ada dua buku atau lebih yang diambil dari pengarang
yang sama, penulisan nama pengarang cukup sekali, sedangkan pada buku yang
kedua nama pengarang diganti dengan garis terputus-putus sepuluh ketuk mesin
ketik yang diikuti tanda titik. Misalnya :
Farida,
Ida. 1995. Budidaya Lebah Madu. Jakarta: Gramedia.
………
1996. Budidaya Tanaman Kedelai. Jakarta: Gramedia
7). Kalau buku yang diacu disusun oleh seorang editor,
dibelakakng nama pengarang ditulis kata Ed. Misalnya :
Koentjaraningrat
(Ed)
8).
gelar kesarjanaan tidak dituliskan dalam daftar pustaka. gelar keturunan masih
dapat dipakai. mislanya, nama pengarang adalah Prof.Dr. Raden Mas Soegondo,
penulis nama daftar pustaka adlaah :
Soegondo,
Raden Mas.
B. Tahun terbit.
1). Tahun terbit ditulis setelah nama pengarang, dipisahkan
oleh titik dan diakhiri dengan titik. Misalnya :
Syahrani,
Ridwan. 1990.
2). Kalau dua buku ditulis oleh seorang pengarang,
penyusunan urutannya berdasarkan tahun terbit yang terdahulu, misalnya :
Sutiana,
Dadi. 1986.
………..
1989
3). Kalau dua buku yang diacu ditulis oleh seorang pengarang
dalam tahun yang sama, dibelakang tahun itu harus dibutuhkan huruf a dan b
sebagai pembeda. misalnya :
Muhammad,
Suhedi. 1980a.
………..1980b.
4). Jika buku yang diacu tidak berangka tahun, dibelakang
nama pengarang diberi keterangan tanpa tahun. misalnya :
Yusrial
(tanpa tahun)
C. Judul buku
• Judul
buku ditulis sesudah tahun terbit dan diberi garis bawah atau cetak miring.
Setiap huruf awal kata, kecuali kata tugas, ditulis dengan huruf kapital.
misalnya :
Kridalaksana,
Harimurti. 1990. Kata Tugas dalam Bahasa Indonesia
atau
Kridalaksana,
harimurti. 1990.Kata Tugas dalam Bahasa Indonesia
D. Tempat terbit
• Tempat
terbit atau kota terbit diletakan sesudah judul dan diakhiri dengan titik dua.
Misalnya :
Suhono,
Budi. 1986. Ular-Ular berbisa di Jawa. Jakarta:
E. Nama penerbit.
1). Nama penerbit dicantumkan sesudah nama terbit. Misalnya
:
Suhono,
Budi. 1986.Ular-Ular berbisa di Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
2). Jika lembaga peenrbitan buku itu langsung dijadikan
pennganti nama pengarang karena nama pengarang tidak ada, nama peenrbit tidak
disebutkan lagi sesudah nama tempat terbit. Misalnya :
Panitia
Istilah Manajemen Lembaga PPM. 1990. Himpunan Istilah Manajemen. Jakarta.
3). Jika pustaka acuan belum diterbitkan, misalnya disertasi
dan makalah setelah pencantuman judul diberi ketreangan makalah (belum
diterbitkan). Misalnya :
Mulyono,
Rakhmad. 1987. Peranan Departemen Pekerjaan Umum dalam Pembangunan
Nasional. Makalah (belum diterbitkan) pada seminar (lokakarya)
2. Pustaka acuan berupa ontologi.
• Jika
sumber acuan berupa ontologi dan yang diacu bukan tulisan editor, urutan
penulisannya adalah nma pengarang, tahun terbit, judul tulisan, yang diacu
diberi tanda petik, judul ontologi diberi garis bawah atau cetak miring, tempat
terbit dan nama penerbit. Setelah pencantuman judul tulisan diberi kata Dalam.
Misalnya :
Junus,
U. 1986. “Kebudayaan Minangkabau”. Dalam Koenjaraningrat (Ed.). Manusia
dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.
• Jika
yang diacu adalah tulisan editor, urutan penulisannya adalah nama pengarang,
tahun terbit, judul ontologi diberi garis bawah atau dicetak miring, tempat
terbit dan nama penerbit. Misalnya :
Koenjaraningrat
(Ed.). 1986. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarat :
Djambatan.
3. Pustaka acuan berupa majlah atau jurnal.
• Sumber
acuan yang diambil dari majalah dan jurnal urutan penulisannya dalam daftar
pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit judul artikel diberi tanda petik,
nama majalah dicetak miring atau diberi garis bawah dan keterangannya serta
didahului kata Dalam, bulan terbit, tahun penerbitannya yang keberapa, tempat
terbit dan nomor halaman. Misalnya :
Gadalla,
B.J. 1981. “Professional Record for ESL Learners” Dalam Forum. (April,
XIX). N0. 2 Jakarta : The Embassy of the United States of America p. 34-48.
4. Pustaka acuan berupa media masa/majalah/surat kabar.
• jika
sumber acuan diambil dari artikel dalam surat kabar ata media masa, urutan
pencantumannya dalam daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul
artikel diberi tanda petik, nama surat kabar/majalah dicetak miring atau
digaris garis bawah dan didahuui kata Dalam, tanggal terbit, tempat terbit dan
halaman pemuatan artikel. Misalnya :
Simanungkalit,
T. 1987. “Demokrasi Kita Masih Belajar di Tingkat Dua”. Dalam Prioritas.
4 mei. Jakarta : halaman 4-5.
5. Pustaka acuan berupa terjemahan
• Bila
sumber aacuan merupakan karya terjemahan penulisannya sebagai berikut :
Martienez,
A. 1987. Ilmu Bahasa : Pengantar. Terjemahan rahayu Hidayat
dari Elemen de Lingusitique General (1980). Yogyakarta :
penerbit kanisius.
• Semua
dokumen yang dikutif dalam laporan penelitian (dipublikasikan atau tidak) serta
penelitian lainnya harus ditulis pada bagain akhir laporan yaitu daftar
pustaka.
• penulisan
dfatar pustaka harus mengkuti standarisasi baku dan cukup rinci sehingga
pembaca dapat dengan mudah mencari sumber asli dari kutipan yang ada pada
laporan riset tersebut.
• daftar
pustaka perlu dibuat berurutan mengikuti urutan alfabetis berdasarkan abjad
nama pengarang buku, artikel ilmiah, laporan riset ataupun artikel lainnya.
• dalam
urutan abjad itu, buku yang dicetak menduduki kelompok pertama, kemudian jurnal
menduduki urutan kedua sedang ketiga adalah kelompok pustaka yang tidak diterbitkan
(skripsi, tesis, disertasi masuk dalam kelompok ini).
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 18.28 with No comments
•
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses
berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu
kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik
dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
•
Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa
fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
•
Secara umum, ada dua jenis penalaran atau
pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
JENIS
PENALARAN :
Penalaran
induktif, adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang
khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
Generalisasi
•
Generalisasi adalah proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik
kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.
•
Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala
khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi
dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat
ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum.
•
Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu,
orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
contoh
penalaran induktif dengan cara generalisasi:
Berdasarkan
pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau,
kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu
menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat
generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui
kelahiran
Analogi
•
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari
peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk
menarik sebuah kesimpulan.
•
Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan
karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang
berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”.
•
Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan
merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan
contoh penalaran induktif
dengan cara analogi:
•
Dalam riset medis, para peneliti mengamati
berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan
kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan
manusia.
•
Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan
bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi
pada manusia
Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
•
Penalaran induktif dengan melalui hubungan
kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas
bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab
akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh
•
Seorang
petani menanam berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia
sirami, dia rawat dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin
segar, melainkan layu bahkan mati. Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat
ternyata akar-akarnya rusak da dipenuhi rayap.
•
Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut
menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
JENIS PENALARAN :
Penalaran Deduktif dan
Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
•
Contoh :
Semua makhluk hidup akan
mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
•
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat
dilakukan dengan dua cara:
•
Silogisme adalah suatu proses penalaran
yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan
sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga.
•
Proposisi merupakan pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung
didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri
atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
•
Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi
yang menjadi dasar bagi argumentasi.
•
Premis mayor mengandung term mayor dari
silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap benar bagi semua
unsur atau anggota kelas tertentu.
•
Premis minor mengandung term minor atau tengah
dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah
kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
•
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan
bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi
anggota-anggotanya.
•
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
•
Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
•
Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk
entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang
menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”
Hubungan Menulis Karya
Ilmiah dengan Penalaran
•
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari
oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun
menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan
isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah
harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting
dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah
penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau
sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir
keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama
sekali tidak dapat ditinggalkan.
•
Metode
berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.
Posted by Ahmad ra'sul fikri on 18.20 with No comments
•
Paragraf adalah kesatuan pikiran yang mengungkapkan
ide pokok yang berbentuk dalam rangkaian kalimat yang berkaitan dengan bentuk
dan makna.
•
Paragraf harus terdiri dari beberapa kalimat
yang dirangkai sedemikian rupa secara logis.
•
Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sbeuah
karangan yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragrag, kita dapat
membedakan di mana suatu gagasan dimulai dan berakhir.
•
Gagasan utama paragraf akan menjadi jelas
apabila dilakukan perincian yang cermat. Perincian-perincian itu dapat
dilakukan dengan bermacam pola pengembangan
Kerangka struktur paragraf
•
Kalimat utama pada awal paragraf diikuti dengan
kalimat-kalimat penjelas.
•
Kalimat utama pada akhir paragraf dan didahului
dengan kalimat-kalimat penjelas.
•
Kalimat utama terdapat pada awal dan akhir
paragraf, diselingi dengan kalimat-kalimat penjelas.
Macam-macam paragraf
- narasi,
paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Berdasarkan
materi pengembangannya paragraf narasi terbagi menjadi dua, yaitu narasi
fiksi dan narasi nonfiksi
- Deskripsi,
yaitu paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa
melihat, mendengar, atau merasakan objek yang digambarkan itu. Objek yang
dideskripsikan dapat berupa orang, benda, atau tempat. Pola
pengembangannya meliputi pola pengembangan spansial dan pola sudut
pandang.
- eksposisi, yaitu paragraf yang
menginformasikan suatu teori, teknik kiat, atau petunjuk sehingga orang
yang membacanya akan bertambah wawasannya. Terdapat tiga pola pengembangan
paragraf eksposisi, yaitu dengan cara proses, sebab dan akibat, serta
ilustrasi.
- argumentasi, yaitu paragraf yang
mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya
- persuasi, yaitu paragraf yang mengajak,
membujuk atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu.
Berdasarkan tujuannya paragraf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
- Paragraf
pembuka, yaitu memiliki peran sebagai pengantar bagi pembaca untuk sampai
pada masalah yang akan diuraikan oleh penulis.
- Paragraf
penghubung, berfunfsi menguraikan masalah yang akan dibahas oleh seorang
penulis. Smua inti persoalan yang akan dibahas oleh penulis diuraikan
dalam paragraf ini.
- Paragraf
penutup, berisi tentang kesimpulan masalah yang telah dibahas dalam
paragraf penghubung, atau bisa juga berupa penegasan kembali hal-hal yang
dianggap penting dalam uraian-uraian sebelumnya.
Persyaratan dalam pengembangan paragraph
- Kesatuan
setiapparagraf hanya mengandung satu gagasan pokok. Fungsi paragraf adalah
untuk mengembangkan gagasan pokok tersebut.
- Kepaduan,
sbuah paragraf bukan sekedar kumpulan atau tumpukan kalimat-kalimat yang
masing-masing berdiri sendiri, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang
mempunyai hubungan timbal balik.
- Kelengkapan,
harus berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup menunjang kejelasan
kalimat topik/gagasan utama
Fungsi/kegunaan paragraph
Untuk menandai pembukaan
topik baru, atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya
Langganan:
Postingan (Atom)