Senin, 03 Oktober 2011

Makalah Pancasila

A. PANCASILA SEBAGAI JIWA BANGSA DAN INDONESIA

Pancasila punya arti penting pernyataan baru-baru ini oleh salah seorang tokoh nasional, juga dianggap “sesepuh”, mantan Sekjen Konferensi Asia-Arika di Bandung (1955): Roeslan Abdoelgani.Berkenaan dengan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni yang lalu, beliau menyatakan, bahwa, Pancasila (adalah) sebagai ruh dan ideologi Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai saat ini masih sanga trelevan dan dibutuhkan untuk membangun bangsa yang bermartabat dan punya harga diri di mata dunia. Sehubungan dengan ini Cak Rus (panggilan akrab Roeslan Abgdoelgani) mengutip kata-kata Bung Karno

penggali Pancasila, sbb: “Bangsa ini akan mengalami kesulitan besarkalau ideologi Pancasila ditinggalkan”.

Salah satu masalah yang masih terus didiskusikan dan diseminarkan, dipelajari kembali dan dianalisis atas dasar fakta-fakta, adalah masalah PELURUSAN SEJARAH. Membicarakan kembali dengan maksud memperdalam dan akhirnya mentuntaskan masalah PULURUSAN SEJARAH bangsakita terutama selama periode kemerdekaan, adalah sesuai dengan maksud memperingati HARI KEMERDEKAAN. Maka, adalah menarik apa yang ditulis oleh sejarawan, Peneliti Utama LIPI, Dr. Asvi Warman Adam pada tanggal 2 Juni y.l. (Jawa Pos), dalam artikel berjudul SUKARNO MENGGUGAT SEJARAH. Tulisan itu semacam resensi tentang buku “REVOLSUI BELUMSELESAI”, suatu ‘Kumpulan pidato Bung Karno’ sebanyak 61 buah sejak 1965 s/d 1967, yang berasal dari Arsip Nasional RI. Buku itu diterbitkan oleh Mesiass, Semarang. Jumlah keseluruhan pidato Bung Karno pada periode tsb adalah 103 buah

Aswi Adam menilai bahwa pidato-pidato Bung Karno itu memberi sumbangan signifikan untuk pelurusan sejarah awal Orde Baru. Sebagian terbesar rakyat Indonesia selama lebih 32 tahun Orba, tidak pernah mengetahui adanya pidato-pidato Presiden Sukarno yang begitu krusial dan teramat penting dalam sejarah Indonesia. Pada saat-saat situasi politik Indonesia bergejolak sedemikian rupa drastis, dramatis dan tragisnya, bangsa dan negeri ini tidak mengetahui apa petunjuk, wejangan dan arah yang diberikan oleh kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden RI Sukarno. Betapa tidak

tragis dan dramatis misalnya nasib “Surat Perintah Sebelas Maret” (SUPERSEMAR) yang ditandatangani Presiden Sukarno, suatu surat perintah yang disampaikan oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintah dan Panglima Tertinggi ABRI, untuk mendukung dan membela instruksi, kewibawaan dan ajaran-ajaran Bung Karno. Nyatanya dokumen penting ini telah disulap-salahgunakan oleh Jendral Suharto menjadi surat pengesahan perebutan kekuasaan negara. “Supersmar”, yang hitam diatas

putih menyatakan bahwa ia dimaksudkan untuk membela kewibawaan Presiden Sukarno, demi ketertiban dan keamanan, justru digunakan untuk mensahkan dan melegitimasi pembunuhan lebih sejuta rakyat tidak bersalah, sebagai awal pelikwidasian dukungan dan pengaruh Bung Karno

di kalangan rakyat.Tidak berkelebihan untuk mengatakan, — kalau ada pengkhianatan dalam sejarah Republik Indonesia, maka, tindakan perebutan kekuasaan Negara oleh Jendral Suharto dengan menyalahgunakan SUPERSEMAR adalah pengkhiantan yang paling besar dan paling keji, tiada ada taranya.Membicarakan perjalanan hidup Republik Indonesia, lahir dan perjuangannya, tidak mungkin terlepas dari pembicaraan mengenai Bung Karno, salah seorang tokoh utama dari para “founding fathers of ournation”.

Perjuangan panjang bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan dan menegakkan negara sendiri yang setara sejajar dengan negara-negara merdeka lainnya di dunia ini, bertalian erat sekali dengan perjuangan untuk membangun nasion, membangun puluhan sukubangsa kita menjadi satu bangsa, satu nasion yang punya kesadaran identitas sebagai bangsa Indonesia, sebagai suatu nasion yang bukan saja punya identitas nasional, tetapi juga punya hargadiri sebagai nasion.

Disinilah sumbangan tak terhingga yang telah diberikan oleh Bung Karno terhadap usaha besar ini. Membangun nasion Indonesia adalah dasar yang paling kokoh, adalah persiapan yang paling fundamental menuju Indonesia Merdeka. Tidak sekali dua Bung Karno menekankan betapa pentingnya membangun kesadaran berbangsa, dan semangat bangga sebagai bangsa Indonesia. Sehubungan ini Aswi Adam menulis sbb: Dia (Presiden Sukarno) mengungkapkan bahwa Tugu Nasional (kini dikenal sebagai Monas, Monumen Nasional) dibangun bukanlah dengan bujet negara, melainkan dari sumbangan pengusaha, sumbangan dari ekspor kopra, dan sumbangan pada karcis bioskop. Kepada mahasiswa yang mengecam, “Tidak perlu monumen, yang perlu beras”, Soekarno membalas, “Monumen itu celana. Celana bagi bangsa yang sedang melakukan revolusi. Makanan jiwa agar rakyat berkobar semangatnya. Manusia tidak hidup dari roti dan nasi thok.” Betapa Bung Karno menekankan arti penting dari semangat berbangsa, semangat kebangsaan yang berkobar.

Satu hal lagi yang tidak boleh dibiarkan, pada saat kita memikirkan kembali peristiwa-peristiwa sekitar Revolusi Kemerdekaan dan tegaknya Republik Indonesia, untuk menarik pelajaran sebaik-baiknya, ialah, fikiran yang melecehkan perjuangan bangsa sendiri. Ini termanifestasi dalam “analisis” yang menyimpulkan bahwa kemenangan bangsa kita dalam perjuangan melawan agresi militer 1 dan 2 pada tahun-tahun perjuangan kemerdekaan, bukan disebabkan oleh perjuangan bangsa kitasendiri. Pendapat atau “analisis” tsb mengklaim bahwa agresi 1 dan 2 Belanda itu bukan digagalkan oleh perjuangan bangsa kita, — kesediaan Belanda untuk menghentikan agresinya terhadap RI yang akhirnya mau “mengembalikan daerah Republik Indonesia”, bersedia melakukan perundingan KMB dan bersedia meninggalkan Indonesia, itu semua disebabkan oleh TEKANAN AMERIKA SERIKAT atas Belanda. Dengan demikian, menurut “analisis” tsb adalah berkat Amerika Serikat, maka kita berhasil mengalahkan kolonialisme Belanda. Suatu fikiran yang teramat keliru dan samasekali tidak didukung oleh fakta-fakta sejarah perjuangan kita sendiri.

Kemerdekaan yang telah kita capai serta mendapat pengakuan internasional, pertama-tama disebabkan oleh hasil perjuangan bangsa kita sendiri. Kenyataan ini tampaknya masih ada yang meragukannya. Bahkan menyanggahnya.

Mari buka kembali catatan dan dokumentasi sejarah bangsa kita, yang ada di dalam maupun diluar negeri. Dari situ akan jelas bahwam perjuangan kita, sebagai bangsa Indonesia, sebagai suatu nasion, sudah dimulai jauh ke belakang, yaitu paling tidak sejak permulaan abad keduapuluh. Menjadi lebih kongkrit sejak deklarasi Sumpah Pemuda 20 Mei 1928. Sebelum dan sesudahnya bangsa kita sudah melakukan perjuangan dan menderita pengorbanan yang tidak kecil akibat penindasan oleh aparat kolonial Belanda. Ada yang suratkabarnya diberangus, ada yang parpolnya dilarang, banyak yang ditangkap, dipenjarakan, dibuang ke Banda, Bengkulu dan Boven Digoel (Papua); ada pula yang dibuang ke luarnegeri. Sungguh tidak sedikit pengorbanan perjuangan nasional kita. Ketika atas nama bangsa Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, segera kita dihadapkan pada kekuatan bersenjata Jepang, Inggris kemudian Belanda.

B.PANCASILA SEBAGAI KEPRIBADIAN HIDUP BANGSA INDONESIA

Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia… Jika pribadi perhatikan maka untuk sebagian kalangan merupakan sebuah kesimpulan, tapi sebagiannya lagi malah masih dalam tanda tanya. Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia sudah merupakan kesimpulan jika dan hanya jika orang tersebut memahami betul arti sebuah PRINSIP. Prinsip merupakan pokok pangkal, landasan, sumber pertimbangan berkait dengan sebuah tindakan yang akan diambil.

Sebuah prinsip akan bersemayam dalam diri seseorang dan menjadi pola pikirnya. Perilakunya yang terlihat secara kasat mata adalah pengejewantahan dari sebuah gagasan yang mengandung nilai kebenaran. Karena pada dasarnya sebuah prinsip memiliki nilai kebenaran. Adapun prinsip yang pada akhirnya membinasakan orang bersangkutan, maka itu bukanlah prinsip tapi “kesimpulan pribadi yang menyesatkan”.Dan supaya terhindar dari kesimpulan pribadi yang menyesatkan maka sebuah prinsip setidaknya mengacu pada SATU LANDASAN. Banyak landasan hanya akan membuat seseorang linglung alias plin-plan.Landasan untuk pemeluk agama Islam adalah Alquran dan Alhadits. Sebuah landasan yang menjamin kehidupan Rahmatan Lil-’Alamin.

Landasan untuk bernegara? Tepat pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno almarhum mantan presiden RI pertama mengatakan kalau sila-sila dalam PANCASILA itulah prinsip-prinsip kehidupan bangsa Indonesia. THE FIVE PRINCIPLES dalam bahasa inggrisnya. Dengan demikian maka sila-sila dalam Pancasila memberikan corak pada pola fikir dan pola tindak bangsa Indonesia dalam menghadapi segala permasalahannya.

Ketika ada sahabatku resah dalam menyikapi membiasnya jati diri dan kepribadian sebagai bangsa maka resah pula jiwaku… Negara Indonesia adalah Negeri Timur yang sarat dan penuh dengan nilai nilai budaya ketimurannya.. Negara SPIRITUALISME dan tradisi dan adat istiadat berbudi pekerti luhur penuh sopan santun dengan semangat kebersamaan dan gotong royong.. tetapi akhir akhir ini nilai spiritualisme hanya sebatas angan angan dan mulut belaka… sehingga miris sungguh miris sekali kita mulai menjadi manusia individualistis yang siap untuk bertarung sikut sana sikut sini hanya demi pencapaian tujuan.. Krisis Moral yang terjadi saat ini.. Krisis Multi Dimensi.. Bencana Alam dan Musibah berkepanjangan..

Maka tak ada salahnya ketika sesekali diri ini melepaskan egoisme, kembali pada prinsip yang berlandasan. Sifat alami manusia adalah pembangkang, percaya diri berlebih, keakuan yang tinggi, namun kiranya untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan mari lucutkan segala atribut buruk yang membelenggu. Jadikan sila-sila dalam Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia. Galang suara kalau Indonesia negara yang berdaulat. Negara yang warganya punya toleransi tinggi. Saking tingginya belakangan baru tersadar ada banyak aset negeri yang diincar tetangga. Pastikan hal itu tak akan terjadi lagi jika kita satu padan dalam berprinsip dan berpedoman pada lima dasar.Kini saatnya kita merasakan kalau kita adalah bagian dari kelompok orkestra, kita sebagai pemain berpegang pada partitur yang tersedia, dan kita memainkan instrumen dengan taat, tepat dan benar, maka insha Alloh suasana seimbang tepat, jadi nikmat, indah juga damai. (Amin)

C.PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA INDONESIA

Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia yang bersifat majemuk.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga berperan sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku untuk semua pihak.

D.PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.

Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.

Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.

E.PANCASILA SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM NEGARA

Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan ‘Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Ironisnya, ketentuan yang maha penting ini – yaitu mengenai ’sumber dari segala sumber hukum negara’ – tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar yang secara formil merupakan dasar negara. Dengan demikian, patut dipertanyakan: apa dasar dari Pasal 2 UU 10/2004 itu? Kita dapat melihat bahwa sila-sila dari pancasila telah tercantum dalam pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) jika dilihat secara keseluruhan;n, tidak ada ketentuan secara eksplisit bahwa Pancasila harus menjadi ’sumber dari segala sumber hukum negara’. Berikut ini saya akan berikan contoh-contoh bab, pasal dan ayat UUD 1945 yang mengandung sila-sila dari Pancasila, namun ini memang sebagai contoh saja dan tidak menggambarkan secara lengkap bagaimana Pancasila sudah dijamin dalam UUD 1945.

Pancasila sudah tercantum dalam paragraf terakhir pembukaan UUD yang berbunyi ’…Negara Republik Indonesia… berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta… mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Selain itu, Pancasila telah tercantum secara konkrit dalam berbagai pasal UUD 1945. Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa sudah tercantum dalam Pasal 29 Ayat (1) yang berbunyi ‘[n]egara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa’. Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab tercantum dalam Bab XA tentang hak asasi manusia. Ketiga, persatuan Indonesia telah ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi ’Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan…’, dan juga dalam pasal-pasal yang mengatur tentang struktur pemerintahan Indonesia yang bersifat unitary (kesatuan) dan disentralisasi. Sifat ini dapat dilihat, antara lain, dalam Pasal 18 Ayat (5) dan Bab VII tentang DPR yang secara implicit memberikan wewenang seluas-luasnya kepada pemerintah pusat untuk menentukan mana yang merupakan urusan dan kewenangan pemerintah pusat dan mana diserahkan kepada daerah. Apalagi, kesatuan Indonesia dijamin dalam Pasal 37 Ayat (5) yang melarang dilakukannya perubahan mengenai kesatuan Indonesia. Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan telah dijamin dalam Pasal 1 Ayat (2), dan Bab VII tentang DPR yang menyerahkan kewenangan pembuatan Undang-Undang kepada DPR yang merupakan badan perwakilan. Namun, sila ini mungkin dapat dikatakan tidak sekuat dulu sejak MPR tidak lagi ditetapkan sebagai lembaga tertinggi negara. Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dijamin dalam Bab XA tentang hak asasi manusia, serta Bab XIV tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 tidak bertentangan dengan Pancasila, bahkan Pancasila sudah tercantum secara implisit dalam UUD 1945. Akan tetapi, oleh karena UUD 1945 merupakan sumber utama dan pertama dari segala hukum Indonesia yang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun, apa gunanya Pasal 2 UU 10/2004 itu? Apabila UUD 1945 telah mengandung Pancasila, dan segala peraturan perundang-undangan di Indonesia di bawah UUD 1945 harus sesuai dengan UUD 1945 tersebut, apakah Pasal 2 UU 10/2004 itu diperlukan untuk menjamin Pancasila?

Menurut saya, Pasal 2 UU 10/2004 itu tidak diperlukan untuk menjamin Pancasila, bahkan Pasal tersebut membahayakan demokrasi di Indonesia. Pertama, walaupun mengenai Pasal 2 UU 10/2004 itu dapat dilakukan perubahan, isi Pancasila tidak bisa diubah atau ditinjau kembali sehingga secara formil Pancasila itu tidak demokratis. Meskipun Pancasila merupakan aspirasi rakyat Indonesia pada saat ini, dan biarpun sifat Pancasila itu sangat mendasar, belum tentu pada masa yang akan datang aspirasi rakyat tidak akan berubah atau berkembang. Apabila isi Pancasila tidak dapat ditinjau, dikritik, ditentukan serta disahkan melalui proses yang demokratis, berarti Pancasila itu tidak dapat dikatakan mengandung aspirasi yang telah disetujui rakyat dan oleh sebab itu, maka tidak patut dijadikan ’sumber dari segala sumber hukum negara’. Apabila Pancasila disamakan dengan pembukaan UUD, maka sebaiknya UU 10/2004 Pasal 2 itu diubah agar berbunyi seperti pembukaan UUD 1945 yang sumber dari segala sumber hukum negara.

Kedua, dalam keadaan tertentu kedudukan Pancasila sebagai ’sumber dari segala sumber hukum negara’ bisa membenarkan penyimpangan dari UUD 1945. Sebagai contoh, dalam kasus pengujian UU 27/2004 Tentang KKR di MK diargumentasi para pemohon bahwa UU tersebut berkemungkinan membangkitkan kembali wacana mengenai PKI, dan oleh karena filsafat PKI itu bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ’sumber dari segala sumber hukum negara’, maka UU 27/2004 itu harus dibatalkan. Argumen tersebut tidak relevant karena berdasarkan UUD 1945 Pasal 24C Ayat(1) MK berwenang menguji UU terhadap UUD, bukan terhadap Pancasila. Apalagi, pengabulan atas argumen tersebut dengan tidak mempertimbangkan bahwa UU KKR itu bertujuan untuk memberikan jaminan atas berbagai hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945 itu berkemungkinan menyimpangi UUD. Sebagai contoh lain, misalnya ada suatu peraturan pelaksana UU tentang kebebasan berpendapat atau perizinan PKI, hal ini bisa diuji di MA karena dianggap bertentangan dengan UU 10/2004 Pasal 2, dengan argumentasi bahwa peraturan tersebut tidak bersumber dari Pancasila karena memperbolehkan wacana filsafat komunisme yang menentang Pancasila, sementara kebebasan berpendapat atau perizinan PKI itu telah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E Ayat (2) dan (3), Pasal 28F, Pasal 28I Ayat (2) dan (5), dan ’hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani’ telah ditentukan sebagai hak yang ’tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun’ oleh Pasal 28I Ayat (1).

Ketiga, penempatan Pancasila di posisi suci yang tidak tersentuh ini dapat membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi serta mengangkangi pembahasan demokratis. Dalam negara demokratis, seharusnya pembahasan, penilaian dan pengkritikan masalah apa pun tidak dilarang, sepanjang dilakukan secara adil dan akademis. Suatu rancangan peraturan perundang-undangan harus dilihat dan dinilai manfaat dan kekurangannya berdasarkan civic reasoning, bukan berdasarkan kesesuaiannya dengan suatu filsafat semata. Yang saya khawatirkan adalah bahwa masyarakat nantinya tidak akan lagi menilai, membahas atau mengkritik sesuatu yang berbau Pancasila karena takut akan dituduh sebagai warga negara yang tidak baik. Apalagi dalam hal kehakiman, yang seharusnya memutus perkara apa pun secara imparsial: seorang hakim bisa takut memutuskan sesuai dengan permohonan sepihak karena pernah dikatakan oleh tokoh-tokoh tertentu bahwa pemohon itu menentang Pancasila, dan nantinya si hakim itu sendiri bisa dituduh tidak mengacu kepada Pancasila.

Keempat, kedudukan Pancasila sebagai ’sumber dari segala sumber hukum negara’ bisa digunakan untuk membenarkan diskriminasi, misalnya terhadap mantan anggota PKI. Diskriminasi atas dasar Pancasila mungkin dianggap positive discrimination karena berdasarkan atas sesuatu yang positif yaitu Pancasila, padahal diskriminasi atas dasar agama atau diskriminasi karena seseorang atau suatu organisasi tidak memeluk suatu agama yang diakui Indonesia merupakan pengingkaran UUD 1945 Pasal 28I Ayat (2), Pasal 29 Ayat (2), pengingkaran International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 20 (2) dan Pasal 26, serta pengingkaran Pancasila itu sendiri, yakni pengingkaran sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Yang menarik juga adalah bahwa seringkali idiologi komunisme dikritik oleh para perjuang Pancasila karena mengenal suatu prinsip yaitu the ends justify the means (tujuan membenarkan cara), sedangkan tidak jarang para nasionalis sendiri menyebutkan perlindungan Pancasila sebagai tujuan yang membenarkan cara mereka. Misalnya, kasus pembantaian masal yang dilakukan terhadap anggota PKI dan orang-orang yang diduga anggota PKI pada tahun 1965 sering dibenarkan karena merupakan upaya untuk membela Pancasila.

Maksud saya bukan untuk menilai bagus atau tidaknya isi Pancasila itu, tetapi hanya untuk mempertanyakan kepatutan Pasal 2 UU 10/2004 itu, serta membahas dan menilai kedudukan dan fungsi dari Pancasila tersebut. Menurut saya, sebaiknya Indonesia memilih apakah Pancasila masih diinginkan menjadi idiologi negara yang tetap, jika iya, maka sebaiknya Pancasila dibiarkan sebagai idiologi saja, dan tidak dijadikan hukum positif ataupun judiciable. Tentu saja ini berarti Pasal 2 UU 10/2004 itu harus dicabut. Namun, walaupun bukan hukum positif, Pancasila masih bisa berperan penting dalam negara Indonesia sebagai suatu alat mengukur sejauh mana suatu peraturan perundang-undangan melaksanakan atau bertentangan dengan Pancasila. Kalau Indonesia ingin mempunyai Pancasila sebagai idiologi Negara yang judiciable, maka seharusnya isi Pancasila itu dituangkan ke dalam suatu peraturan perundang-undangan dengan kedudukan tertentu dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, serta dinilai, dikritik dan didebatkan agar terus berkembang sesuai dengan zaman dan nilai-nilai masyarakat.

F.PANCASILA SEBAGAI PERJANJIAN LUHUR BANGSA INDONESIA PADA WAKTU MENDIRIKAN NEGARA

Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah didalam fungsinya sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertian yang bersifat ethis dan filosofis adalah didalam fungsinya sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cita-cita dalam mencari kebenaran. Pancasila sebagai philosophical way of thinking dapat dianalisa dan dibicarakan secara mendalam, karena orang berpikir secara filosofis tidak akan ada henti-hentinya. Namun demikian harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai manusia adalah kebenaran yang masih relative, tidak absolute atau mutlak. Kebenaran yang absolute adalah kebenaran yang ada pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena itu dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa indonesia pada saat mendirikan negara tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.

Dilihat dari sejarah sebelumnya bangsa indonesia mempunyai 3 fase sumpah perjanjian luhur yang diawali :

1. Fase zaman kerajaan,Pada masa kerajaan majapahit yang mempunyai patih bernama gajah mada yang bersumpah janji, “Sebelum dapat mem- persatukan Nusantara tidak akan memakan buah Maja ”.Di antara- nya mengenal sejarah nama-nama tanah air kita:Jawa Dwipa,

Dwi Pantara,

Nusantara,

Insulindi,

Indionesia.

2. Fase zaman pergerakan Kemerdekaan, Seluruh pemuda-pemudi bersumpah janji yang dikenal “Sumpah Pemuda”.

3. Fase kemerdekaan,Memproklamirkan kemerdekaannya dan berjanji membentuk sebuah Negara kesatuan.Terbentuknya negara kesatuan dimulai dari :

Negara keprabuan Sriwijaya,

Negara keprabuan Majapahit,

Negara kesatuan Republik Indonesia.

Dasar pokok sumber dari segala sumber bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan dan mendirikan negara, atas dasar:

1. Rakyat Indonesia beragama,Bangsa Indonesia ada yang beragama Islam, katolik, protestan, hindu, budha,Semua agama yang bermacam-macam sumbernya beriman kepada Ketuhanan Yang Maha kuasa, semua rakyat yang bersuku-suku bangsa beragama mengalami dijajah.Didalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai menyatakan prinsip Ketuhanan “ negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa “.Maka cukup jelas Negara kesatuan RI adalah Negara yang beragama dan dilegalitaskan pada UUD 45 pasal 29 ayat 1. “ Negara berdasarkan atas keTuhanan yang maha esa “.

2. Rakyat Indonesia telah dijajah. Selama mengalami dijajah penderitaan yang luar biasa, kekayaan

di keruk, rakyat diperas dijadikan budak, lisannya di tutup ,kupingnya ditutup supaya tidak mendengar berita-berita dari luar, pemimpin-pemimpin dipenjara, kesadaran rakyat dimatikan, persatuan dipecah belah, karna sifat penjajah pengingkar terhadap nikmat kemerdekaan suatu bangsa.Pada hakekatnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang merdeka karena kemerdekaan itu adakah hak qodrat (mutlak), tetapi setelah datangnya bangsa penjajah menjadi bangsa yang terjajah.

3. Rakyat Indonesia mempunyai Cita-cita yang luhur/Mulia,Cita-cita yang luhur/Mulia seperti;

Keinginan Merdeka Tanah Airnya,

Keinginan Berkehidupan berkebangsaan yang bebas,

Keinginan Merdeka Kedaulatanya.Semua itu adalah cita-cita Luhur yang Mulia dicantumkan pada UUD 45 alinea 3. yang berbunyi “……. Dan di dorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas ,maka rakyat indonesia dengan ini kemerdekaannya “.Suatu pernyataan seluruh rakyat indonesia mempunyai Hak Kodrat dan hak moral yaitu hak kemerdekaan.

4. Rakyat Indonesia telah berusaha dan mencapai kemerdekannyaBerusaha dengan cara berjuangan, rakyat Indonesia mendapatkan Kemardekannya.Ada 2 masa priode perjuangan :Periode Perjuangan Kemerdekaan Indonesia seperti;

* Dimulai dari pemberontakan Pemberontakan perpertama oleh Patiunus,Fattahillah,Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Iskandar Muda, Hassanudin , Sultan Agung Tirtayasa, pangeran Antowirya, Sisingamangaraja, Untung suropati, Bajarrudin, Syeh Yusuf &Syeh Abdul Muthyi, Pangeran Diponogoro, Cut Nya dien, Pangeran Jelentik, Patimura.Periode ini pula yang melahirkan pahlawan perjuangan kemerdekaan.

* Periode Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia, seperti; Pergerakan di bidang Agama ( NU, Muhamadiyah, Masyumi), Pergerakan di bidang Sosial Ekonomi ( Serikat Indonesia ), Pergerakan Sosial Politik, dan Pergerakan Pendidikan (Taman Siswa),Pergerakan Budaya ( Bahasa persatuan ).Priode ini melahirkan Pahlawan pergerakan kemerekaan.Semua itu diringkas didalam UUD 45 Alinea 2 yang berbunyi “ Dan perjuangan Pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur ”.

5. Rakyat Indonesia mendapatkan Karunia

6. Setelah mengalami proses perjuangan kemudian bangsa Indonesia mendapatkan Karunia Kemerdekaan.Oleh sebab itu pada hakekatnya sumber dari segala sumber Kemerdekaan bangsa Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, yang di jelaskan pada pembukaan UUD 45 Alinea ke-3.yang berbunyi;“ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya “.

Suatu pernyataan bangsa Indonesia yang telah berjuang kini saatnya di beri Karunia kemerdekaan ,ini suatu pengakuan ” Nilai religius” bangsa indonesia maka wajiblah rakyat Indonesia mensyukuri.Atas Berkat Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa jualah bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya,bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama ( pancasila sebagai dasar Negara )yang berlandaskan atas Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama.

7. Rakyat Indonesia mendirikan Negara.

8. Di dalam teks proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia memproklamirkan 2 pernyataanya :

1. Memproklamirkan Kemerdekaan bangsa Indonesia. Proklamasi“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”.Merupakan suatu pernyatan bangsa Indonesia yang selama 350 tahun telah dijajah oleh bangsa lain menyatakan telah merdeka dari penjajah.

2. Memproklamirkan akan mendirikan Negara Indonesia dengan tempo dengan cara yang sesingkat-singkatnya.“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain- lain,diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya

Penyataan ini bangsa indonesia mendirikan Negara dengan melakukan perpindahan kekuasaan pemerintahan penjajah kepada Bangsa Indonesia/ pemerintahan Indonesia secara langsung.

Lima dasar Tujuan rakyat Indonesia mendirikan Negara tercantum dalam Pembukaan UUD 45;

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa,

2. Melidungi segenap bangsa,

3. Melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,

4. Memajukan kesejahtraan umum

5. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan dari sudut Hukum Bangsa Indonesia telah menjadi Bangsa yang merdeka, menghapus tata hukum kolonial dan menggantinya dengan tata hukum nasional saat itu juga.Sedangkan dilihat dari segi sudut Politis-Ideologis adalah Bangsa Indonesia telah lepas dari belenggu penjajahan,Proklamasi kemerdekaan sebagai titik puncak perjuangan Bangsa Indonesia.

Proses Pengesahan Pancasila dan Dasar Negara Tanggal 18 Agustus 1945 sidang - I PPKI mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945 menjadi yang terdiri dari pembukaan dan batang tubuh, setelah diadakan perubahan-perubahan dari Piagam Jakarta, meliputi:

1. Mukadimah diganti menjadi Pembukaan,

2. Kalimat “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” diganti “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

3. Perubahan pada batang tubuh UUD 1945, antara lain ayat (1) pasal 29 berubah menjadi “Negara Berdasarkan Atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada18 Agustus 1945 secara bulat setuju untuk menghapus sembilan kata itu,dan itulah yang menjadi dasar negara RI dalam Pembukaan UUD 1945.Betapa besarnya solidaritas dan suasana persatuan serta kebesaran jiwa para pendiri Negara pada waktu iu.Tidak berlebihan kalau dikatakan Pancasila merupakan perjanjian luhur para pendiri Negara dengan konsensus untuk tidak memandang setiap warga negara berdasarkan afiliasi keagamaan, suku dan ras maupun lainnya Maka, usaha-usaha mengembalikan rumusan Pancasila kepada Piagam Jakarta di khawartirkan akan mengusik keutuhan bangsa dari Negara Kesatuan dan menerima sistem negara kebangsaan dengan salah satu dasarnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Perjanjian luhur ini ternyata bukan hanya kesepakatan elite politik semasa, melainkan sebuah kesepakatan nasional seperti terbukti bahwa selama perjalanan sejarah bangsa.Pancasila dengan rumusan ini tetap tercantum dalam dua konstitusi lainnya yang pernah berlaku, yakni Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat 17 Desember 1949 dan Mukadimah Undang-Undang Dasar Sementara 17 Agustus 1950, lalu melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,yang menjadikan Negara Replublik kembali kepada Pembukaan UUD 1945 yang berlangsung sampai sekarang.

G.PANCASILA SEBAGAI CITA-CITA DAN TUJUAN BANGSA INDONESIA

Cita-cita luhur bangsa

Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar negara dan konstitusi di Indonesia merupakan karya monumental para tokoh pendiri negara (founding fathers) dengan visi masa depan dan berakar pada sejarah bangsa. Kita dapat melihat wajah sekaligus arah bangsa Indonesia dengan melihat Pancasila dan UUD 1945.

Dalam pembukaan UUD 1945, disebutkan dengan gamblang tentang cita-cita luhur dibentuknya negara Republik Indonesia yang berdaulat. Cita-cita luhur yang diamanatkan oleh UUD 1945 ada empat poin, di antaranya, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut sebenarnya adalah tugas paling pokok yang harus diwujudkan oleh negara (baca: pemerintah).

Pancasila Sebagai Tujuan Hidup Dan Pertahanan NKRI

MEDAN (Berita): Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H Syamsul Arifin SE mengaku khawatir dengan kondisi mental generasi muda saat ini. Sebab, ada gejala bahwa kecintaan terhadap Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara semakin jarang diperingati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh generasi saat ini.

“Pancasila yang telah berakar dan digali dari budaya bangsa Indonesia telah menjadi dasar negara, pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia bahkan sebagai pertahanan terhadap keutuhan NKRI.

Karenanya Pancasila mutlak untuk dilestarikan, dibina dan dikembangkan nilai-nilainya oleh seluruh elemen bangsa, khususnya generasi penerus bangsa,” ucap Gubsu disampaikan Asisten Hukum dan Sosial Setdaprovsu Drs H Rahudman Harahap MM ketika membuka Saresehan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Aula Martabe Kantor Gubernur Sumut Medan, Selasa [14/10].

Rahudman menegaskan, dengan merujuk tema peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2008, yakni “Dengan Memaknai dan Melaksanakan Kesaktian Pancasila, Kita Wujudkan Semangat Indonesia Bisa” diharapkan bisa menumbuhkan kecintaan di hati sanubari generasi penerus bangsa akan perjuangan para pahlawan revolusi dalam mempertahankan keutuhan Pancasila.

Diakui, melalui tema kali ini, seluruh elemen bangsa diminta mampu mengatasi berbagai kesulitan dalam membangun dan mensejahterakan rakyat sebagaimana dikehendaki Pancasila.

“Karenanya, melalui sarasehan ini, kiranya dapat memberikan semangat dan motivasi kepada kita agar Pancasila benar-benar kita hayati, kita amalkan untuk dijadikan sebagai tujuan hidup guna menegakkan dan mempertahankan NKRI,” tegasnya.

Acara sarasehan yang dipandu moderator Jaramen Purba dari Badan Infokom Sumut itu menampilkan nara sumber seperti Kolonel (Purn) H Karseno dari DHD 45 Sumut, Safwan Hadi dari Forum Eksponen 66 Sumut, Drs H Muhammad TWH dari LVRI Sumut, dan Kolonel (Purn) Bachtiar Sonar Siregar dari DPD Pepabri Sumut.

Acara juga dihadiri unsur Muspida Sumut, perwakilan DPRD Sumut, para pejabat TNI dan Polri, pimpinan Organisasi Pejuang Sumut dan Organisasi Kepemudaan Sumut, serta para pelajar.

Dalam ceramahnya, H Karseno menegaskan, bahwa Pancasila merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh seluruh bangsa Indonesia. Namun, dalam implementasi sehari-hari oleh generasi penerus bangsa, H Karseno mendapati adanya kecenderungan melunturnya nilai-nilai penghayatan dan pengamalan Pancasila.

“Contohnya, setiap tanggal 30 September dan 1 Oktober sekarang ini, sudah sangat jarang rumah-rumah penduduk menaikkan bendera setengah tiang dan setiang penuh. Ini menandakan gejala melunturnya semangat mencintai dan menghayatai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi penerus bangsa,” tukasnya.

H Karseno tak menampik bahwa dirinya sangat khawatir dengan kondisi mental generasi muda penerus bangsa Indonesia saat ini. “Jika waktu orde lama dan orde baru dulu, semangat memahami dan mencintai Pancasila itu masih kokoh, kini di era reformasi justru semakin memudar. Karenanya, hal ini harus dibenahi, agar Pancasila yang kesaktiannya sudah terbukti dan teruji, tidak hilang dari ibu pertiwi,” katanya. (lin)

Realisasi cita-cita luhur bangsaINDONESIA telah menjadi negara merdeka lebih dari enam puluh dua tahun. Usia enam puluh dua memang tampak masih sangat muda, apalagi jika dibandingkan dengan China ataupun Jepang yang usianya sudah ribuan tahun. Meskipun masih muda, namun bangsa Indonesia lahir dari pergulatan dan pergolakan politik yang sangat panjang yang dialami sejak masih zaman kerajaan hingga menjadi negara berbentuk republik.

Dari proses belajar hidup berbangsa yang lama inilah kemudian lahir para tokoh-tokoh bangsa yang idealis dan bervisi jauh ke depan. Sebut saja, Mahapatih Gajahmada, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Pattimura, Soekarno, Mohammad Hatta, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, AA Maramis, KH Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Mereka adalah para pemimpin di tengah masyarakat yang sangat dihormati dan memiliki perhatian yang besar terhadap nasib bangsa.

Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar