I. PENDAHULUAN
Saat ini kita tengah berada di abad kapitalisme. Di seantero jagad dunia ini tidak ada yang terbebas dari cengkeramannya, termasuk
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis ingin memberikan dua hal penting yang harus dilakukan untuk bisa menghadapi semua fenomena ini. Pertama, kita harus dapat menunjukkan apa sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan, sehingga keadaan ekonomi dapat menjadi seperti ini. Apakah benar, bahwa semua tragedi ekonomi ini memang bersumber dari ajaran ekonomi kapitalisme? Kedua, jika memang benar, maka kita harus memiliki strategi khusus untuk dapat membendung kapitalisme global tersebut, sekaligus dapat menghadirkan ekonomi alternatif yang dapat menjadi penggantinya.
II. MENCARI AKAR PERMASALAHAN
Untuk menunjukkan keterkaitan ajaran kapitalisme dengan tragedi ekonomi yang saat ini berkembang, analisis yang pernah diajukan Karl Marx sesungguhnya sudah cukup ampuh untuk dapat memahami fenomena tersebut.
1. Surplus labor and value theory
Dalam membangun teorinya, Marx berangkat dari pandangan nilai (value) terhadap barang dan jasa menurut Adam Smith dan David Ricardo. Nilai suatu barang itu diukur dari seberapa banyak tenaga yang telah dikorbankan oleh pekerja untuk memproduksi barang tersebut. Selanjutnya Marx melihat bahwa dengan adanya perubahan pola produksi dari sistem yang primitif kepada sistem yang modern, maka akan muncul ketidakadilan dalam ekonomi.
Pola produksi yang primitif:
1. Kepemilikan bersifat individual.
2. Produksi bersifat individual.
3. Penjualan bersifat individual.
4. Pembagian keuntungan bersifat individual.
Pola produksi yang modern:
1. Kepemilikan bersifat individual.
2. Produksi bersifat kolektif.
3. Penjualan bersifat kolektif.
4. Pembagian keuntungan bersifat individual.
Dalam pola produksi modern, yang bekerja adalah buruh-buruh perusahaan. Majikan sebagai pemilik perusahaan, kenyataannya tidak pernah terlibat dalam proses produksi. Akan tetapi, majikanlah yang menikmati seluruh keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sementara itu tenaga para buruh hanya dianggap sebagai bagian dari komponen biaya produksi. Sesuai dengan teori ekonomi kapitalisme, untuk memperoleh keuntungan yang maksimum, maka salah satu metodenya adalah dengan menekan biaya produksi seminimum mungkin. Jika nilai barang itu diukur dari besarnya tenaga yang telah dikorbankan, maka sesungguhnya telah terjadi surplus nilai tenaga buruh yang telah diambil oleh majikannya. Dengan demikian, ekonomi kapitalisme adalah ekonomi yang sangat dzalim terhadap kaum buruh dan menjadi surga bagi para kapitalis.
2. The law of capital accumulations
Menurut Marx, dalam persaingan yang bebas, perusahaan yang besar akan senantiasa “memakan†perusahaan yang kecil. Oleh karena itu, jumlah majikan akan semakin berkurang, sebaliknya jumlah kaum buruh akan semakin banyak. Demikian juga, jumlah perusahaan yang besar juga akan semakin sedikit, namun akumulasi kapitalnya akan semakin besar. Jika jumlah buruh semakin banyak, maka akan berlaku hukum upah besi (the iron wages law). Dengan demikian, nasib kaum buruh akan semakin tertindas sedangkan para kapitalis akan semakin ganas dan serakah.
Analisis yang dikemukakan oleh Marx memang masih terlalu sederhana untuk ukuran perkembangan ekonomi kapitalisme saat ini. Sebab, perkembangan kapitalisme global di abad mutakhir ini sudah semakin canggih dan kompleks. Keserakahan kaum kapitalis tidak hanya sampai pada pemerasan kaum buruh dan pencaplokan pengusaha kelas teri, namun keserakahan mereka sudah menerobos dan menjarah di banyak sektor yang lain, bahkan dengan dukungan berbagai fasilitas dan lembaga yang mereka ciptakan sendiri. Berbagai sektor maupun lembaga yang mereka ciptakan tersebut diantaranya adalah (Triono, 2007):
1. Sektor keuangan
Kaum kapitalis tidak hanya ingin membesar, tetapi mereka juga ingin membesar dengan cepat. Caranya ialah dengan menciptakan lembaga perbankan. Fungsi utamanya adalah untuk mengeruk dana masyarakat dengan cepat, sehingga dapat segera mereka manfaatkan untuk menambah modal perusahaannya agar bisa menjadi cepat besar.
Ternyata keberadaan lembaga perbankan ini masih dianggap belum cukup, mereka terus mengembangkan kreatifitasnya. Akhirnya ditemukanlah ide untuk menciptakan sebuah pasar yang unik, yang selanjutnya mereka namakan sebagai pasar saham. Dengan adanya pasar ini, mereka dapat dengan mudah untuk melempar kertas-kertas sahamnya agar dibeli masyarakat, sehingga mereka segera mendapatkan gelontoran modal yang mampu untuk membuat perusahaan mereka menjadi cepat menggurita.
2. Sektor kepemilikan umum
Nafsu kapitalisme tidak akan pernah mengenal kata “cukupâ€. Mereka tidak pernah ingin berhenti. Mereka tidak hanya ingin berhenti untuk untuk bermain di wilayah pasar hilir saja, tetapi mereka terus merangsek untuk mencaplok sumber-sumber ekonomi di wilayah hulu. Dengan dalih kebebasan ekonomi dan kebebasan pasar, mereka juga ingin menguasai wilayah-wilayah ekonomi yang seharusnya menjadi milik umum yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Wilayah ekonomi yang ingin terus mereka kuasai tersebut misalnya adalah berbagai macam sektor pertambangan, sumber daya hutan, sumber daya air, minyak bumi, gas, jalan raya, pelabuhan, bandara dsb.
3. Sektor kepemilikan Negara
Jika mereka sudah banyak menguasai sektor kepemilikan umum, maka bagi kaum kapitalis tetaplah belum dianggap cukup. Mereka kemudian melirik kepada perusahaan-perusahaan yang banyak dimiliki oleh Negara. Dengan dalih demi efektivitas dan efisiensi perusahaan, mereka akan mendorong perusahaan milik Negara tersebut untuk go public, dengan jalan melego sahamnya ke pasar, dengan harga yang murah tentu saja.
4. Sektor kekuasaan
Menjadi besar dan cepat besar ternyata masih dianggap belum cukup. Mereka juga ingin memiliki rasa aman terhadap keberadaan perusahaan-perusahaan mereka. Jaminan rasa aman hanya dapat diperoleh jika mereka bisa merambah ke wilayah kekuasaan. Sebab, di sektor inilah berbagai produk hukum akan dibuat. Jika mereka bisa memasuki sektor ini, maka mereka akan dengan mudah untuk dapat melahirkan berbagai produk hukum dan kebijakan yang dapat menguntungkan dan menjamin kelestarian kerajaan bisnis mereka.
Dalam politik demokrasi yang kapitalistik, untuk menjadi penguasa prasyarat yang paling menentukan hanya satu, yaitu harus memiliki dana yang besar untuk melakukan kampanye maupun untuk “membeli†suara rakyat. Hal itu hanya mungkin dilakukan oleh kaum kapitalis yang memang sudah berkubang dengan uang.
Cara yang mereka lakukan ada dua kemungkinan, yaitu dengan langsung mencalonkan diri untuk menjadi penguasa, atau cara yang kedua adalah dengan mendanai orang lain lain agar menang dalam pemilihan dan dapat menjadi penguasa. Mereka yang telah dicalonkan oleh kaum kapitalis, jika menang maka dia harus “menghambakan†diri kepada mereka yang telah mendanai bagi kemenangannya.
5. Sektor moneter
Apakah sepak terjang kaum kapitalis di atas sudah cukup? Ternyata masih tetap belum cukup. Nafsu serakah untuk terus-menerus melakukan penjarahan kekayaan di berbagai sektor dan ke berbagai negeri ternyata ingin terus mereka lakukan. Dengan apa? Ternyata mereka masih memiliki cara yang benar-benar canggih dan nyaris lepas dari logika akal sehat manusia. Mereka menciptakan sebuah mekanisme ekonomi yang dapat memperlicin seluruh sepak terjang mereka, yaitu dengan mewujudkan sebuah sistem mata moneter yang benar-benar menguntungkan mereka.
Sistem moneter yang mereka kembangkan adalah dengan menggunakan basis utama uang kertas. Dengan berbasiskan pada uang kertas, mereka akan mendapatkan tiga keuntungan sekaligus, yaitu; keuntungan dari seignorage, keuntungan dari suku bunga dan keuntungan dengan mempermainkan kurs bebas. Dengan model tree in one inilah mereka akan dapat memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan tanpa harus banyak mengeluarkan banyak keringat.
6. Sektor pendidikan
Masih ada satu sektor lagi yang tidak boleh dilupakan, yaitu sektor pendidikan. Mengapa sektor ini harus terseret ke dalam lingkaran kapitalisme? Kepentingan mereka sangat jelas, yaitu kebutuhan untuk memperoleh tenaga kerja yang sangat professional, memiliki skill yang tinggi dan mau digaji dengan sangat murah.
Caranya adalah dengan “melemparkan†dunia pendidikan ke pasar bebas mereka. Peran Negara untuk mengurus pendidikan harus dikurangi, subsidi biaya pendidikan harus “dihabisiâ€, sehingga biaya pendidikan bisa menjadi mahal dan produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan tuntutan pasar. Model pendidikan seperti ini hanya mengasilkan manusia-manusia yang pragmatis, oportunis dan hanya bermental jongos. Sangat sulit dalam dunia pendidikan yang mahal dapat menghasilkan manusia-manusia yang idealis yang mau berfikir tentang jati dirinya maupun jati diri bangsanya.
III. CENGKERAMAN KAPITALISME DI
Untuk memahami apakah sebuah negara itu bercorak kapitalisme ataukah sebaliknya yaitu sosialisme, maka indikator yang paling mudah untuk digunakan adalah dengan melihat seberapa besar pihak-pihak yang menguasai sektor ekonominya. Jika sektor-sektor ekonomi lebih banyak dikuasai oleh swasta, maka negara tersebut cenderung bercorak kapitalisme dan sebaliknya, jika ekonomi lebih banyak dikendalikan oleh negara, maka lebih bercorak sosialisme (Samuelson & Nordhaus, 1999).
Dengan menggunakan tolok ukur di atas, kita dapat menelusuri sejauh mana cengkeraman kapitalisme telah menjalar ke
Dengan membaiknya politik
Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an sistem ekonomi di
Pakto ’88 dapat dianggap sebagai titik tonggak kebijakan libelarisasi ekonomi di
Masa pembangunan ekonomi Orde Baru-pun akhirnya berakhir. Puncak dari kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya krisis moneter, yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi perekonomian
Pasca krisis moneter, memasuki era reformasi, ternyata kebijakan perekonomian
1. Dihapuskannya berbagai subsidi dari pemerintah secara bertahap. Berarti, harga dari barang-barang strategis yang selama ini penentuannya ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya secara berangsur diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.
2. Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate). Sesuai dengan kesepakatan dalam LoI dengan pihak IMF, penentuan nilai kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap (fix rate). Dengan kata lain, besarnya nilai kurs rupiah harus dikembalikan pada mekanisme pasar.
3. Privatisasi BUMN. Salah satu ciri ekonomi yang liberal adalah semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi, termasuk didalamnya adalah kepemilikan asset-asset produksi. Dengan “dijualnya†BUMN kepada pihak swasta, baik swasta nasional maupun asing, berarti perekonomian
4. Peran serta pemerintah
IV. MENUJU PERUBAHAN SISTEM EKONOMI
Setiap kita membicarakan perubahan, maka kita akan dihadapkan pada dua kemungkinan perubahan, yaitu: perubahan secara fungsional atau perubahan secara struktural. Menilik problem ekonomi yang sedang dihadapi
Perubahan ekonomi secara struktural berarti mengganti sistem ekonominya, dari sistem ekonomi yang bercorak kapitalistik menjadi sistem ekonomi yang baru. Namun, perubahan sistem tersebut bukan berarti merubah sistem ekonominya menjadi sosialis, sebab sistem ekonomi ini juga sudah terbukti gagal. Masih satu harapan lagi yaitu perubahan menuju sistem ekonomi Islam.
Sebagaimana karakter perubahan yang bersifat sistemik, maka sistem ekonomi Islam juga akan membongkar sebuah sistem ekonomi mulai dari akarnya. Perubahan yang bersifat mendasar dari ekonomi Islam berangkat dari sebuah pandangan terhadap kepemilikan dari harta kekayaan yang ada di muka bumi ini. Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di muka bumi ini tidak untuk dibagikan secara bebas (sebagaimana sistem ekonomi kapitalisme) untuk manusia, namun Allah swt telah memberi ketentuan yang adil dalam pembagiannya, yaitu (An-Nabhani, 1990): kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan Negara. Masing-masing kepemilikan terhadap harta kekayaan tersebut sudah ada aturan-aturannya yang terinci, dengan mengikuti tiga runtutan perlakuan yang adil, yaitu (An-Nabhani, 1990):
1. Pengaturan dalam masalah kepemilikan (al-milkiyah).
2. Pengaturan dalam masalah pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah).
3. Pengaturan dalam masalah distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-nas).
Selanjutnya, sistem ekonomi Islam dalam suatu negara akan dibangun dan dikembangkan dengan bertumpu kepada tiga pilar ekonomi Islam tersebut. Insya Allah, jika pengaturannya konsisten, wajah ekonomi suatu negara akan nampak sangat jelas perbedaannya dengan wajah ekonomi yang bercorak kapitalistik.
0 komentar:
Posting Komentar