Selasa, 16 Juni 2015

Buku Tahunan SMP 7 Serang ( SMP 15 Kota Serang ) Tahun 2006/2007




Silahkan download file (.rar) nya disini

Download

Jumat, 20 Juni 2014

SEMANTIK DALAM BAHASA INDONESIA



       Kata semantic berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign).
       “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883.
       Kata semantic kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistic dengan hal-hal yang ditandainya.
       Oleh karena itu, kata semantic dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
       George (1964:1) Mengatakan bahwa semantik adalah telaah mengenai makna.
       Semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.
       (Chomsky;1965). Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa semantic adalah tataran bahasa yang mengkaji tentang makna bagian internal kata, kalimat atau sebuah wacana.
       Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk.
       Jadi, Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan hal-hal yang ditandainya. Ilmu tentang makna atau arti.
       Dalam linguistik, semantik adalah sub bidang yang dikhususkan untuk studi tentang makna, seperti yang melekat di tingkat kata, frasa, kalimat, dan unit yang lebih besar dari wacana (disebut teks). Daerah dasar studi ini adalah arti dari tanda-tanda, dan studi tentang hubungan antara unit linguistik yang berbeda dan senyawa: homonimi, sinonim, antonim, hypernymy, hyponymy, meronymy, metonimia, holonymy, paronyms.
       Perhatian utama adalah bagaimana makna menempel pada potongan yang lebih besar dari teks, mungkin sebagai akibat dari komposisi dari unit yang lebih kecil dari makna. Secara tradisional, semantik sudah termasuk studi tentang arti dan referensi denotatif, kondisi kebenaran, struktur argumen, peran tematik, analisis wacana, dan hubungan semua ini untuk sintaks.
       Lalu apakah pengertian dari makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna?
       Menurut Mansoer Pateda (2001:79) bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Ada beberapa jenis makna, antara lain makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi, dan makna konotasi.
       Selain itu, ada juga yang disebut relasi makna yaitu Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Relasi makna dapat berwujud macam-macam.Berikut ini diuraikan beberapa wujud relasi makna.
Sinonimi
       Secara semantic Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bias berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah.Namun, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja.Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
Antonimi dan Oposisi
       Secara semantic Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.
       Samahalnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
       Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah oposisi, maka bias tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang bersifat kontra ssaja. Kata hidup dan mati, mungkin bias menjadi contoh yang berlawanan; tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.
Homonimi, Homofoni, dan Homografi
       Homonimi adalah ‘relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda’. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).
       2.2.4   Hiponimi dan Hipernimi
       Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.  Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagian anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
Polisemi
       Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisajugafrase) yang memiliki makna lebih dari satu.Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher keatas; (2) bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian daris uatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor,dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akgg nomnal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
Ambiguitas
       Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.Umpamanya frase buku sejara hbaru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
Redundansi
       Istilah redundansi sering diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’.Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan sebenarnya tidak perlu.
       Sinonim merupakan sejumlah satuan bahasa yang memiliki persamaan arti. Sinonim jugaa bisa dikatakan hal yang berkesesuaian. Prinsip sinonim adalah beberapa kata yang memiliki persamaan arti, arti kata satu berpadanan dengan arti kata yang lain.
       Cara menentukan kata-kata itu bersinonim atau tidak:
  1. dibuat kalimat
  2. menggunakan pendekatan pengertian
  3. dilihat dari ciri sematik pembedanya.
       Di bawah ini akan dianalisis kata yang bersinonim dengan kata
       1.            Kelompok pertama, seperti mati, meninggal, wafat, mampus, modar, dan mangkat.

       2.            Kelompok kedua, seperti sebentar, sekejap, sejenak, sepintas, selintas, dan sekilas.

SEMANTIK DALAM BAHASA INDONESIA


       Semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala sesuatu tentang makna.
       semantik adalah ilmu makna, membicarakan makna, bagaimana mula adanya makna sesuatu, bagaimana perkembangannya, dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa.
       Ilmu Makna
                Makna merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa karena dengan makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancar dan saling dimengerti.
                Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak saling mengerti makna yang ada dalam tuturannya maka tidak mungkin tuturan berbahasa bisa berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.
       Di dalam semantik, istilah makna, dalam bahasa Inggris sense dibedakan dari ‘arti’, dalam bahasa Inggris meaning. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata tersebut yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai leksem.
       Kadang-kadang kita melihat makna kata dari kamus yang sebenarnya adalah makna leksikal, atau keterangan dari leksem itu sendiri. makna suatu kata tidak hanya mengandung makna leksikal saja tetapi menjangkau kesatuan bahasa yang lebih luas. Makna kata tidak lepas dari makna kata yang lainnya merupakan makna gramatikal yang sesuai dengan hubungan antarunsur-unsurnya.
       Terkadang kita tidak puas ketika mencari makna sebuah kata, terutama makna idiom, peribahasa, majas, metapora, maupun ungkapan.
       Aspek makna terdiri atas empat, yaitu pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui pemahaman makna dalam proses komunikasi sebuah tuturan.
       Makna pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan tema, sedangkan makna perasaan, nada, dan tujuan dapat kita pertimbangkan melalui penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
       Relasi Makna
                Yang dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantic yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa ini dapat berupa kata, frase, klausa, maupun kalimat.
                Hubungan-hubungan relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna yang disebut sinonimi, pertentangan atau perlawanan makna yang disebut antonimi, ketercakupan makna yang disebut hiponimi, kegandaan makna yang disebut homonimi, atau juga kelebihan makna yang dinamakan polisemi.
       Unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantik, di antaranya dapat berupa sinonim, hubungan yang sama atau hampir sama (mirip); berupa antonim, hubungan yang maknanya berlawanan atau kebalikan; berupa homonim, hubungan yang bermakna lain tetapi bentuk sama; berupa hiponim, hubungan yang makna ekstensionalnya merupakan sebagian dari makna ekstensional yang lainnya.
       Menurut Kerbrat-Orecchioni (1986:94) semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas.
       Ogden & Richards (1976:26) mengemukakan teori segitiga semantik (ilmu makna) berdasarkan teori penanda dan petanda yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure :




        petanda (konsep)


    
                      ---------------------------------
Penanda/ (sign/simbol)                                        Acuan (referen/objek) 

       Berawal dari ferdinand de saussure yang memperkenalkan ilmu semiotik, yaitu ilmu tentang tanda. Menurutnya penanda adalah imaji akustik dan petanda adalah konsepnya. Menurutnya, hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer, artinya tidak ada deretan wajib antara deretan fonem pembentuk kata dnegan maknanya, namun hubungannya bersifat konvensional.
       Kemudian Ogden dan Richards menambahkan unsur acuan (referen) yang berada di luar bahasa. Menurutnya tidak ada hubungan langsung antara penanda dan acuannya, hubungan itu harus melalui konsep yang ada  dalam pikiran manusia, itulah sebabnya dalam semantik garis yang menghubungkannya terputus-putus.
       Penanda dan petanda berada dalam ruang lingkup bahasa. Penanda adalah imaji bentuk bahasa, dan petanda adalah konsepnya. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer, berdasarkan konvensi masyarakat. Ogden dan Richard menambahkan unsur acuan yang sebenarnya berada di luar ranah bahasa, berasal dari dunia pengalaman.
       Menurutnya tidak ada hubungan langsung antara penanda dan acuannya, hubungan itu harus melalui konsep yang berada dalam pikiran manusia. Itulah sebabnya maka garis yang menghubungkan penanda dan acuannya ditampilkan dengan garis putus-putus. Dalam hal ini hubungan makna dijadikan dasar pengelompokan majas.
       Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dengan acuan (referen). Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung, sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung.

       Berkaitan dnegan unsur-unsur makna terlibat adanya tanda, konsep, dan acuan. Konsep atau referensi merupakan sebuah makna sebagai hubungan antara lambang dan acuannya. Makna itu sendiri mengandung aspek-aspek tertentu yang berupa tema, rasa, nada, dan amanat. 

PENULISAN DAFTAR PUSTAKA


       Daftar pustaka memuat semua sumber kutipan yang berupa pustaka.
       Pustaka yang dimaksud dalam pedoman ini ialah semua sumber kutipan yang berupa tulisan, gambar dan sejenisnya yang tersimpan dalam perpustakaan.
       Penulisan perpustakaan harus dengan jelas menunjukan suatu pustaka dari pustaka lainnya, sehingga mudah ditelusuri.
       Daftar pustaka memuat informasi tentang identitas pustaka acuan dengan lengkap dan jelas.
       Ada perbedaan dalam penulisan yang terletak pada bagian akhir dengan penulisan sumber kutipan yang terletak pada bagian utama karya ilmiah. Daftar pustaka memuat informasi yang lebih lengkap tentang pustaka yang diacu daripada sumber kutipan pustaka atau innote. 
       Dalam daftar pustaka dicantumkan semua sumber yang dijadikan acuan atau landasan penyusunan karya ilmiah.
       Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang bertanggung jawab.
       Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
       Apabila informasi identitas sebuah pustaka yang diacu lebih dari satu baris, penulisan baris kedua dan seterusnya masuk lima ketukan dan berjarak 1 (satu) spasi, sedangkan jarak antara pustaka yang satu dengan pustaka yang berikutnya adalah 1,5 (satu setengah) spasi.
       Jika nama pengarang dan nama lembaga yang bertanggungjawab tidak ada, yang ditulis dalam daftar pustaka adalah judul pustaka tersebut. Jika pustaka semacam yang telah disebutkan lebih dari satu, pencantumannya tetap menurut abjad.

Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka acuan adalah dengan cara sebagai berikut :
1. Pustaka acuan berupa buku.
       Untuk urutan penyebutan unsur-unsur pustaka untuk buku ialah : a). Nama penulis, b) Tahun terbit, c). Judul Pustaka beserta keterangannya, d). Tempat terbit atau kota terbit, dan e). Nama penerbit.
       Jika tidak terdapat nama penulis  dalam buku tersebut urutan penyebutan adalah : a). Nama lembaga yang bertanggung jawab b). Tahun terbit, c). Judul pustaka beserta keterangnnya, d) tempat terbit, dan e). Nama penerbit.
       Setiap unsur pustaka dipisahkan oleh tanda titik, kecuali unsur tempat terbit yang diikuti oleh titk dua dan unsur nama yang harus dipisahkan oleh tanda koma. setelah tanda titik atau setelah titik dua ada jarak satu ketukan. contoh penulisan unsur pustaka acuan yang berupa buku diatur sebagai berikut :
A. Nama penulis
       Nama penulis ada yang terdiri dari satu unsur, dua unsur, atau lebih dari dua unsur.
Ketentuan pencantuman nama penulis adalah sebagai berikut :
1). Pencantuman nama penulis berdasarkan abjad, tanpa diberi nomor. Misalnya, jika nama penulis buku yang pertama Prof. Dr. Sumardjono dan nama penulis buku yang lain Dr.Ir. Baihaki, pencantuman dalam daftar pustaka adalah :
                Baihaki.
                Sumardjono.
2). Jika nama penulis buku terdiri atas dua unsur atau lebih, pencatumannya harus dibalik; unsur nama yang terakhir ditulis terlebih dahulu, kemudian tanda koma, diikuti unur nama didepan dengan disingkat. antara tanda koma dengan singkatan unsur nama diberik jarak 1 (satu) ketukan. Misalnya, pengarang buku yang diacu Abdul Haki dan pengarang buku lainnya Teodorus Albert Wenas, pencantumannya dalam daftar pustaka adalah :
                Haki, A
                Wenas T.A.
3).Jika penulis buku tersebut dua orang, nama penulis pertama dibalik, tetapi nama penulis lainnya tidak dibalik. Misalnya, jika penulis buku itu adalah Kabul Santoso dan Rudi Wibowo, penyajiannya adalah:
                Santoso, K dan R. Wibowo.

4). Jika penulis buku terdiri dari tiga orang atau lebih, penyajiannya adalah nama penulis pertama dibalik, nama pengarang kedua, ketiga dan seterusnya ditulis tanpa dibalik. misalnya :
                Idris, Z.husin; A. Tohari dan M. Singarimbun.
5). Jika penulisnya tidak ada, yang pertama dicantumkan adalah nama lembaga yang menerbitkan buku tersebut. misalnya :
                Lembaga Administrasi Negara.
6). Jika ada dua buku atau lebih yang diambil dari pengarang yang sama, penulisan nama pengarang cukup sekali, sedangkan pada buku yang kedua nama pengarang diganti dengan garis terputus-putus sepuluh ketuk mesin ketik yang diikuti tanda titik. Misalnya :
                Farida, Ida. 1995. Budidaya Lebah Madu. Jakarta: Gramedia.
                ……… 1996. Budidaya Tanaman Kedelai. Jakarta: Gramedia
7). Kalau buku yang diacu disusun oleh seorang editor, dibelakakng nama pengarang ditulis kata Ed. Misalnya :
                Koentjaraningrat (Ed)
                8). gelar kesarjanaan tidak dituliskan dalam daftar pustaka. gelar keturunan masih dapat dipakai. mislanya, nama pengarang adalah Prof.Dr. Raden Mas Soegondo, penulis nama daftar pustaka adlaah :
                Soegondo, Raden Mas.
B. Tahun terbit.
1). Tahun terbit ditulis setelah nama pengarang, dipisahkan oleh titik dan diakhiri dengan titik. Misalnya :
                Syahrani, Ridwan. 1990.
2). Kalau dua buku ditulis oleh seorang pengarang, penyusunan urutannya berdasarkan tahun terbit yang terdahulu, misalnya :
                Sutiana, Dadi. 1986.
                ……….. 1989
3). Kalau dua buku yang diacu ditulis oleh seorang pengarang dalam tahun yang sama, dibelakang tahun itu harus dibutuhkan huruf a dan b sebagai pembeda. misalnya :
                Muhammad, Suhedi. 1980a.
                ………..1980b.
4). Jika buku yang diacu tidak berangka tahun, dibelakang nama pengarang diberi keterangan tanpa tahun. misalnya :
                Yusrial (tanpa tahun)
C. Judul buku
       Judul buku ditulis sesudah tahun terbit dan diberi garis bawah atau cetak miring. Setiap huruf awal kata, kecuali kata tugas, ditulis dengan huruf kapital. misalnya :
                Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kata Tugas dalam Bahasa Indonesia
                                                                                atau
                Kridalaksana, harimurti. 1990.Kata Tugas dalam Bahasa Indonesia
D. Tempat terbit 
       Tempat terbit atau kota terbit diletakan sesudah judul dan diakhiri dengan titik dua. Misalnya :
                Suhono, Budi. 1986. Ular-Ular berbisa di Jawa. Jakarta:
E. Nama penerbit.
1). Nama penerbit dicantumkan sesudah nama terbit. Misalnya :
                Suhono, Budi. 1986.Ular-Ular berbisa di Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
2). Jika lembaga peenrbitan buku itu langsung dijadikan pennganti nama pengarang karena nama pengarang tidak ada, nama peenrbit tidak disebutkan lagi sesudah nama tempat terbit. Misalnya :
                Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM. 1990. Himpunan Istilah Manajemen. Jakarta.
3). Jika pustaka acuan belum diterbitkan, misalnya disertasi dan makalah setelah pencantuman judul diberi ketreangan makalah (belum diterbitkan). Misalnya :
                Mulyono, Rakhmad. 1987. Peranan Departemen Pekerjaan Umum dalam Pembangunan Nasional. Makalah (belum diterbitkan) pada seminar (lokakarya)
2. Pustaka acuan berupa ontologi.
       Jika sumber acuan berupa ontologi dan yang diacu bukan tulisan editor, urutan penulisannya adalah nma pengarang, tahun terbit, judul tulisan, yang diacu diberi tanda petik, judul ontologi diberi garis bawah atau cetak miring, tempat terbit dan nama penerbit. Setelah pencantuman judul tulisan diberi kata Dalam. Misalnya :
                Junus, U. 1986. “Kebudayaan Minangkabau”. Dalam Koenjaraningrat (Ed.). Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.
       Jika yang diacu adalah tulisan editor, urutan penulisannya adalah nama pengarang, tahun terbit, judul ontologi diberi garis bawah atau dicetak miring, tempat terbit dan nama penerbit. Misalnya :
                Koenjaraningrat (Ed.). 1986. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarat : Djambatan.
3. Pustaka acuan berupa majlah atau jurnal.
       Sumber acuan yang diambil dari majalah dan jurnal urutan penulisannya dalam daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit judul artikel diberi tanda petik, nama majalah dicetak miring atau diberi garis bawah dan keterangannya serta didahului kata Dalam, bulan terbit, tahun penerbitannya yang keberapa, tempat terbit dan nomor halaman. Misalnya :
                Gadalla, B.J. 1981. “Professional Record for ESL Learners” Dalam Forum. (April, XIX). N0. 2 Jakarta : The Embassy of the United States of America p. 34-48.
4. Pustaka acuan berupa media masa/majalah/surat kabar.
       jika sumber acuan diambil dari artikel dalam surat kabar ata media masa, urutan pencantumannya dalam daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul artikel diberi tanda petik, nama surat kabar/majalah dicetak miring atau digaris garis bawah dan didahuui kata Dalam, tanggal terbit, tempat terbit dan halaman pemuatan artikel. Misalnya :
                Simanungkalit, T. 1987. “Demokrasi Kita Masih Belajar di Tingkat Dua”. Dalam Prioritas. 4 mei. Jakarta : halaman 4-5.
5. Pustaka acuan berupa terjemahan
       Bila sumber aacuan merupakan karya terjemahan penulisannya sebagai berikut :
                Martienez, A. 1987. Ilmu Bahasa : Pengantar. Terjemahan rahayu Hidayat dari Elemen de Lingusitique General (1980). Yogyakarta : penerbit kanisius.
       Semua dokumen yang dikutif dalam laporan penelitian (dipublikasikan atau tidak) serta penelitian lainnya harus ditulis pada bagain akhir laporan yaitu daftar pustaka.
       penulisan dfatar pustaka harus mengkuti standarisasi baku dan cukup rinci sehingga pembaca dapat dengan mudah mencari sumber asli dari kutipan yang ada pada laporan riset tersebut.
       daftar pustaka perlu dibuat berurutan mengikuti urutan alfabetis berdasarkan abjad nama pengarang buku, artikel ilmiah, laporan riset ataupun artikel lainnya.

       dalam urutan abjad itu, buku yang dicetak menduduki kelompok pertama, kemudian jurnal menduduki urutan kedua sedang ketiga adalah kelompok pustaka yang tidak diterbitkan (skripsi, tesis, disertasi masuk dalam kelompok ini).

PENALARAN DALAM BAHASA INDONESIA



       Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
       Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
       Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
JENIS PENALARAN :
Penalaran induktif, adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
Generalisasi
       Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.
       Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum.
       Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi:
Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran
Analogi
       Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan.
       Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”.
       Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan

        contoh penalaran induktif dengan cara analogi:

       Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan manusia.
       Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia

Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
       Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh
       Seorang petani menanam berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati. Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da dipenuhi rayap.
       Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).

JENIS PENALARAN :
Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
       Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
       Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
       Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga.
       Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.

Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
       Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi.
       Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap benar bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu.
       Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
       Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.

       Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
       Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
       Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”
Hubungan Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran
       Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.


       Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.

PARAGRAF


       Paragraf adalah kesatuan pikiran yang mengungkapkan ide pokok yang berbentuk dalam rangkaian kalimat yang berkaitan dengan bentuk dan makna.
       Paragraf harus terdiri dari beberapa kalimat yang dirangkai sedemikian rupa secara logis.
       Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sbeuah karangan yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragrag, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan dimulai dan berakhir.
       Gagasan utama paragraf akan menjadi jelas apabila dilakukan perincian yang cermat. Perincian-perincian itu dapat dilakukan dengan bermacam pola pengembangan
Kerangka struktur paragraf
       Kalimat utama pada awal paragraf diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
       Kalimat utama pada akhir paragraf dan didahului dengan kalimat-kalimat penjelas.
       Kalimat utama terdapat pada awal dan akhir paragraf, diselingi dengan kalimat-kalimat penjelas.
Macam-macam paragraf
  1. narasi, paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Berdasarkan materi pengembangannya paragraf narasi terbagi menjadi dua, yaitu narasi fiksi dan narasi nonfiksi
  2. Deskripsi, yaitu paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat, mendengar, atau merasakan objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan dapat berupa orang, benda, atau tempat. Pola pengembangannya meliputi pola pengembangan spansial dan pola sudut pandang.
  3.  eksposisi, yaitu paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik kiat, atau petunjuk sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasannya. Terdapat tiga pola pengembangan paragraf eksposisi, yaitu dengan cara proses, sebab dan akibat, serta ilustrasi.
  4.  argumentasi, yaitu paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya
  5.  persuasi, yaitu paragraf yang mengajak, membujuk atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu.
Berdasarkan tujuannya paragraf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
  1. Paragraf pembuka, yaitu memiliki peran sebagai pengantar bagi pembaca untuk sampai pada masalah yang akan diuraikan oleh penulis.
  2. Paragraf penghubung, berfunfsi menguraikan masalah yang akan dibahas oleh seorang penulis. Smua inti persoalan yang akan dibahas oleh penulis diuraikan dalam paragraf ini.
  3. Paragraf penutup, berisi tentang kesimpulan masalah yang telah dibahas dalam paragraf penghubung, atau bisa juga berupa penegasan kembali hal-hal yang dianggap penting dalam uraian-uraian sebelumnya.
Persyaratan dalam pengembangan paragraph
  1. Kesatuan setiapparagraf hanya mengandung satu gagasan pokok. Fungsi paragraf adalah untuk mengembangkan gagasan pokok tersebut.
  2. Kepaduan, sbuah paragraf bukan sekedar kumpulan atau tumpukan kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik.
  3. Kelengkapan, harus berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup menunjang kejelasan kalimat topik/gagasan utama
Fungsi/kegunaan paragraph
Untuk menandai pembukaan topik baru, atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya